Cerita hantu - misteri jembatan blanakan
Cerita hantu - misteri jembatan blanakan
Sebagai seorang peternak ikan serta udang laut, membuatku harus selalu memeriksa kolam setiap hari. Karena akan selalu ada udang mati yang akan dimakan oleh kawannya (kanibalisme) atau ikan-ikanku, aku tak mau mereka terkena penyakit hingga panenku buruk nantinya. Udang yang mati? Ya dimasak, dimakan asal jangan yang udah bau busuk.
Aku maryati, sudah lebih 30 tahun aku tinggal disini. Lahir sampai sekarang punya keluargapun aku masih disini.
Aku punya 2 kolam ikan terletak 500M dari rumah. Kampungku dibelah oleh sungai yang langsung menuju laut dan di seberang sana ada tempat pelelangan ikan serta peternakan buaya. Untuk mencapai kampung seberang, tentu saja ada jembatan.
Hujan begitu lebat, suamiku baru pulang dari mengontrol kolam-kolam kami.
“pak, mandi dulu. Biar udang ibu yang masak” sambil memberinya handuk & dan mengambil udang, aku berlalu ke dapur.
“bu, tadi dekat kolam kita ada telur-telur sebesar kepalan tangan!” suamiku berkata sambil tetap mandi.
“terus??” aku menduga. . . .
“dibuang.” sekarang ia duduk di tepi meja makan.
“kalo telur buaya gimana pak?” aku mulai cemas, dugaanku benar.
“ah gak apa-apa, suruh siapa bertelur kok dekat kolam kita?” ia makan, aku terdiam.
Aku berfikir sembari melihat ke arah jembatan. Disana ada seorang ibu muda sedang berusaha memindahkan bayi-bayinya keatas sebuah perahu. “Kenapa mereka? Padahal hujan sedang sangat lebat”. Fikiranku menerka. Ada sekitar 12 bayi yang sedang ia pindahkan, mungkin baru beberapa bulan usia mereka. Tapi tunggu!!! Bayi-bayi yang berada ditengah hujan lebat?? Ya Tuhan!! Kulihat wajah si ibu muda marah terhadapku lalu ia dan anak-anaknya merayap perlahan kearah sungai, perlahan tubuh mereka mulai berubah, dan lengkap menjadi seekor buaya sebesar pintu dan beberapa buaya kecil di sekitarnya. Tenggelam. Aku tak bisa berkata apa-apa. Suamiku sudah terlelap, akupun semakin menduga-duga.
Selang beberapa hari setelah kejadian itu, aku sekeluarga sakit. Badanku panas, hingga hanya tengkorak terbalut tulang, rambutkupun rontok semua, aku wanita gundul. Suamiku tubuhnya seperti terkena cambukan setelah bermimpi di cambuk oleh ekor buaya. Anakku sewata wayangpun ikut sakit hingga ia hanya bisa mengerang. Padahal kemarin kami masih ceria, hanya ketika malamnya kami mengeluh tak enak badan. Artinya hal ini hanya berlangsung dalam semalam.
Dokter? Ia angkat tangan. Ia tak tahu kenapa dalam semalam hal itu bisa terjadi.
Dukun? Banyak yang luka seperti cambukan setelah coba mengobati kami.
3 hari berlalu, kami semakin parah. Dan sayang, anakku tak sanggup lagi. Ia meninggal. Aku marah pada Tuhan, kenapa harus hal ini terjadi??
Dalam duka yang begitu besar, kami semakin parah. Hingga seorang ustadz datang pada kami.
Setelah berbasa-basi ia menjelaskan.
“siluman buaya itu marah sarangnya diobrak-abrik & ada 1 telur yang pecah. Anak kalian dijadikan sebagai gantinya.”
Itu inti dari semua kejadian ini. Tentunya kami bertaubat, mencoba lebih dekat dengan Tuhan. Setiap hujan datang, aku bisa melihat anakku tersenyum bermain bersama keluarga barunya di jembatan itu.