Cerita Hantu | Kisah Horor di Bumi Perkemahan Gunung Puntang
Cerita Hantu | Kisah Horor di Bumi Perkemahan Gunung Puntang
Tempat perkemanahan itu dingin, indah dan sangat bersejarah. Tempat itu dulu pernah menjadi saksi kebesaran bangsa Belanda yang menajajah tatar sunda saat zaman kolonial dan penjajahan dulu.Tempat itu dulu sempat dibangun gedung radio terbesar se-Asia Tenggara dan siarannya sampai ke negeri Belanda. Tempat itu sangat strategis dan titik koordinatnya sangat pas bila dihubungkan langsung dengan negara Belanda. Hal itu pulalah kenapa dibangun stasiun radio itu disana.
Teman saya bersama rombongannya tiba disana saat maghrib menjelang. Saat tiba dsana ia melihat banyak sekali orang berkulit putih dan tinggi besar dengan pakaian aneh dan berbeda dengan pakaian orang-orang yang ada di tempat kemah tersebut, temanku berkata pakaian mereka putih-putih dan krem khas pakaian meneer dan noni Belanda.
Ia sadar “mereka” bukanlah manusia namun mereka yang tinggal disana sudah sejak lama sekali. Teman saya bersama rombongannya berkemah disalah satu tempat disana yang dekat sekali dengan Goa Belanda yang terdapat di area perekamahan itu.
Saat malam menjelang teman saya melihat banyak sekali beberapa kepala yang bergeletakan, tak hanya kepala namun potongan kaki dan tangan yang bersimbah darah terlihat memenuhi area di sekitar bekas reruntuhan rumah para warga Belanda yang tinggal saat itu.
Ia melihat banyak pula ditempat itu para pribumi Indonesia yang dipekerjakan rodi (kerja paksa zaman Belanda) dengan tubuh mereka yang kurus kering seperti tidak diberikan makanan dan mereka terdengar merintih kesakitan dan meminta tolong.
Malam itu ia mencoba berjalan ke depan pintu Go
a Belanda dan ia melihat sosok hitam besar yang menutupi Goa itu. Orang-orang sering menyebutnya sebagai sosok Genderuwo.
Ia masuk sedikit kedepan mulut Goa dan ia melihat di Goa itu banyak kepala tanpa tubuh dengan darah dan bau anyir menyeruak dari dalam sana. Ia menangis karena melihat banyak pribumi yang kulitnya coklat seperti kita yang disiksa disana.
Mereka semua dipaksa untuk memahat batu dan bukit itu menjadi Goa dengan peralatan seadanya dan berbeda dengan peralatan zaman sekarang. Tangan mereka terus dipaksa untuk bekerja lebih keras, jika melawan mereka akan dibunuh ditempat itu.
“Tolong, tolong kami!” mereka terus berkata kepada teman saya. Ia pun akhirnya pergi dari tempat itu karena sedih melihat penderitaan yang mereka alami disana. Saat ia mulai melangkah sosok kepala itu berada tepat didepannya. “Tolong saya, dekatkan kepala ini dengan tubuh yang ada disampingnya!”. Dengan rasa takut dan gemetar ia pun mengambil potongan kepala itu dan menyatukannya kembali dengan potongan tubuh yang tak jauh dari potongan kepala itu.
Ia pun pergi dari area Goa itu dan ia berjalan menuju reruntuhan bekas rumah warga Belanda yang dikelilingi oleh pohon pinus. Namun ia melihat sosok Belanda berkulit putih lengkap dengan pakaian khas ala kolonial.
“Dulu reruntuhan ini adalah rumah kami, keluargaku dibantai habis oleh tentara Nippon yang bermata sipit dan putih. Tiba-tiba saja saat ia melihat ke arah reruntuhan rumah itu sebuah kepala menggelinding tepat didepannya. “Tolong ambilkan kepalaku yg terjatuh!”. Sosok yang mengajaknya berbicara itu berkata kepada temanku.
Teman saya lantas berlari pergi ke tempat yang lain, ia masuk ke bangunan seperti kolam yang berbentuk hati. Banyak orang sekitar menyebutnya sebagai “Kolam Cinta”. Disana banyak sekali dengan darah, ia melihat banyak mayat yang dibuang disana.
“Ini adalah kami yang tidak sempat melarikan diri dari mereka, Nippon menghancurkan semuanya. Rumah yang kami tinggali dan gedung radio yang megah ini. Lihatlah gedung itu kini hancur dan hanya menyisakan puing-puing saja!”
“Inikah radio terbesar itu se-Asia Tenggara itu?, kalian tinggal disini sekarang?” Teman saya berkata kepada salah satu dari “mereka” yang memakai pakaian meneer Belanda.
“Iyaa kami tinggal disini kini, kami masih cinta tempat ini dan kami masih bisa merasakan kebesaran dan kekokohan bangunan ini. Kami membangunnya bersama bangsamu dulu dan kami ingin menjaga tempat ini. Tapi kami sangat tidak suka bila ada dari bangsa kalian yang datang hanya untuk merusak dan melakukan hal yang tidak baik dsini. Ini adalah tempat yang kami jaga dan kami sukai!”
“Maafkan jika teman-teman saya yang datang dengan bertindak tidak sopan saat kesini. Aku berjanji akan bilang kepada teman-temanku untuk tidak merusak tempat yang indah ini”. Ia berbicara dengan “mereka” yang disana.
Teman saya akhirnya pergi meninggalkan tempat itu dan pergi menuju kemah. Ia tahu “mereka” masih disana hingga kini dan menjaga tempat milik “mereka” yang indah itu.
Keesokan harinya ia bertanya kepada pemilik warung yang ada disana tentang tempat lokasi kemah itu. Dan memang benar dulu disana banyak terdapat bangunan Belanda seperti rumah yang kini terlihat hanya puing-puing seperti tembok rumah dan beberapa bekas kamar mandi dan WC duduk yang masih bisa terlihat disana.
Si pemilik warung pun berkata kepada teman saya agar tidak “sompral” (berkata kasar/jorok) disini. “Mereka” akan berperilaku baik asalkan kita tidak menggangu dan merusak bangunan yang ada disana dan benda cagar budaya yang kini dilindungi oleh Pemerintah. Intinya adalah kita harus saling menghormati saja.
Hingga kini puing-puing sisa bekas rumah, Goa Belanda, kolam cinta dan sisa bangunan radio terbesar se-Asia Tenggara itu masih ada disana. “Mereka” memiliki kisah sendiri yang pilu jika kamu ingin mendengarnya. Datanglah kesana dan sapalah mereka!!
Jangan takut untuk datang dan berkemah ke Gunung Puntang. Nikmati sisa-sisa sejarah bangsa kita. Jaga semua hal yang ada disana dan berperilakulah baik kepada peninggalan sejarah, alam lingkungan dan termasuk “mereka”.
Nah itu dia kisah cerita mengenai Cerita Hantu | Kisah Horor di Bumi Perkemahan Gunung Puntang, jangan takut dengan ghoib karena kita lebih sempurna dari makhluk apapun juga.